hangat peraduan
syahdu panggilan shalat
sejuk air membasuh wajah
hening rumah ibadah
takbir, dua ruku empat sujud
sebuah pagi sempurna
Friday, April 29, 2005
Tuesday, April 26, 2005
[catatan pagi] #1
masa depan selalu ada bagi mereka yang memiliki harapan dan keyakinan bahwa Allah senantiasa memberinya kesempatan, pertolongan dan kemudahan untuk menjadi lebih baik, untuk diterima oleh hati nuraninya sendiri.
kekayaan hidup adalah pada memberi dengan sepenuh tulus, pada melayani dengan sepenuh cinta. Tiap sesuatu yang kita bagi dengan orang lain, waktu; tenaga; harta; perhatian; akan menjejakkan bekas pada batin yang meyakinkan diri ini bahwa : semua yang telah kita berikan itulah yang sesungguhnya kita miliki. Karena padanya kita memiliki kendali untuk menyerahkannya pada orang lain. Bukankah kita tidak berhak memberikan pada orang lain sesuatu yang bukan milik kita...?
kekayaan hidup adalah pada memberi dengan sepenuh tulus, pada melayani dengan sepenuh cinta. Tiap sesuatu yang kita bagi dengan orang lain, waktu; tenaga; harta; perhatian; akan menjejakkan bekas pada batin yang meyakinkan diri ini bahwa : semua yang telah kita berikan itulah yang sesungguhnya kita miliki. Karena padanya kita memiliki kendali untuk menyerahkannya pada orang lain. Bukankah kita tidak berhak memberikan pada orang lain sesuatu yang bukan milik kita...?
ada kalanya
ada kala hati terpesona
pada keagungan sosok suci tak tersentuh
pada tunduk pandangan
pada hampar sandangan
pada luhur tatanan
hingga pun berlalu tak tergapai
sebuah kehidupan yang lain.. yang berbeda
yang hanya sejenak berselisih jalan
tuk sekedar diketahui
sekedar tahu
ada kala hati dikuatkan oleh pertemuan pejuang dari medan perang
dengan semangat yang sama
dengan sandi yang sama
untuk Sang Raja yang sama
hingga pun tiba saat kembali berbaju zirah
mengencangkan pelana
mengusung panji
menghunus pedang
meneriakkan pekik semangat menyambut panggilan
menyadari takdir harus berpisah memenuhi perangnya masing-masing
ada kala hati tertambat untuk berlabuh
pada ketenangan yang hadir dalam sosok ia yang begitu sederhana
dengan kepolosan
dengan keramahan
dengan angin semilir dan pagi yang cerah
hingga pun kaki ini tak tertahan tuk beranjak
kembali mengarungi perjalanan, tantangan, penjelajahan-penjelajahan
dalam diri ini adalah darah petualang yang menghidupi jiwanya
dengan pencarian, penaklukan, kesendirian, arus-arus deras ketidakpastian
maka
bilamana diri diutuhkan, bagaimana dipertemukan
pada keagungan sosok suci tak tersentuh
pada tunduk pandangan
pada hampar sandangan
pada luhur tatanan
hingga pun berlalu tak tergapai
sebuah kehidupan yang lain.. yang berbeda
yang hanya sejenak berselisih jalan
tuk sekedar diketahui
sekedar tahu
ada kala hati dikuatkan oleh pertemuan pejuang dari medan perang
dengan semangat yang sama
dengan sandi yang sama
untuk Sang Raja yang sama
hingga pun tiba saat kembali berbaju zirah
mengencangkan pelana
mengusung panji
menghunus pedang
meneriakkan pekik semangat menyambut panggilan
menyadari takdir harus berpisah memenuhi perangnya masing-masing
ada kala hati tertambat untuk berlabuh
pada ketenangan yang hadir dalam sosok ia yang begitu sederhana
dengan kepolosan
dengan keramahan
dengan angin semilir dan pagi yang cerah
hingga pun kaki ini tak tertahan tuk beranjak
kembali mengarungi perjalanan, tantangan, penjelajahan-penjelajahan
dalam diri ini adalah darah petualang yang menghidupi jiwanya
dengan pencarian, penaklukan, kesendirian, arus-arus deras ketidakpastian
maka
bilamana diri diutuhkan, bagaimana dipertemukan
Wednesday, April 20, 2005
a morning
a morning in a day I can bear a life with.
tak tahu bagaimana harus mensyukuri.
hanya Syahadat sajalah yang terdaras.
tak tahu bagaimana harus mensyukuri.
hanya Syahadat sajalah yang terdaras.
Friday, April 01, 2005
putih
putih
putih itu suci. itu bukan kata saya. kata guru saya waktu sd. dan mungkin juga itu kata nenek moyang guru saya. ga jadi soal. toh saya sepakat dengannya. dan putih yang suci itu, sungguh saya menyukainya. tepatnya nurani saya yang menyukainya. saya manut aja sama sang nurani. karena saya meyakini, pada nurani, Tuhan hadir memberikan ilham yang senantiasa menghidupi fitrah diri ini.
kertas putih
kala kecil kita mungkin seperti kertas putih. suci, dan siap menerima tulisan dan segala yang bisa memberikan warna padanya. dan seiring waktu, kertas putih itu terisi dengan beragam warna. tak mungkin tidak. karena manusia hidup belajar, bekerja, berdiri, terjatuh, gagal, berhasil, gagal lagi, dan kembali berdiri karena bersiteguh mengejar keberhasilan hakiki. dan pada akhirnya kertas tak lagi putih. kertas berwarna-warni. sedikit lecek mungkin. sobek juga.
baju putih
ku beli kali pertama dua bulan lalu. kupakai shalat, bekerja, bermain, tidur. aku mencintainya. begitu mencintainya. dan kini kusaksikan baju putih tak lagi seputih dua bulan lalu. karena ia kupakai, berdaki, kucuci, kupakai lagi. toh aku masih mencintainya. ia setia. putihnya pudar untukku.
sucikah kertas lecek berwarna-warni?
sucikah baju putih yang memudar?
sucikah hati manusia yang juga telah tersapuh dosa?
suci
karena kerelaan untuk menjadi tak lagi putih itu yang mengabadikan kesucian.
manusia terlahir suci ke dunia bukan untuk tetap suci tak ternoda. [bagaimana bisa?] melainkan untuk berjalan menuju kesucian manusiawi, kala segala kekotoran sepanjang jalan pengabdian, telah luruh karena taubat dan kepasrahan pada Sang Maha Suci.
:)
bilalah suatu hari nanti baju putihku tlah kelabu, mungkin aku bisa membeli yang baru di pasar baru. tapi bilalah hatiku kelabu, aku tahu, yang kubutuhkan adalah kembali ke hadapan Tuhanku, dengan ruku dan sujud sepenuh tawadhu.
putih itu suci. itu bukan kata saya. kata guru saya waktu sd. dan mungkin juga itu kata nenek moyang guru saya. ga jadi soal. toh saya sepakat dengannya. dan putih yang suci itu, sungguh saya menyukainya. tepatnya nurani saya yang menyukainya. saya manut aja sama sang nurani. karena saya meyakini, pada nurani, Tuhan hadir memberikan ilham yang senantiasa menghidupi fitrah diri ini.
kertas putih
kala kecil kita mungkin seperti kertas putih. suci, dan siap menerima tulisan dan segala yang bisa memberikan warna padanya. dan seiring waktu, kertas putih itu terisi dengan beragam warna. tak mungkin tidak. karena manusia hidup belajar, bekerja, berdiri, terjatuh, gagal, berhasil, gagal lagi, dan kembali berdiri karena bersiteguh mengejar keberhasilan hakiki. dan pada akhirnya kertas tak lagi putih. kertas berwarna-warni. sedikit lecek mungkin. sobek juga.
baju putih
ku beli kali pertama dua bulan lalu. kupakai shalat, bekerja, bermain, tidur. aku mencintainya. begitu mencintainya. dan kini kusaksikan baju putih tak lagi seputih dua bulan lalu. karena ia kupakai, berdaki, kucuci, kupakai lagi. toh aku masih mencintainya. ia setia. putihnya pudar untukku.
sucikah kertas lecek berwarna-warni?
sucikah baju putih yang memudar?
sucikah hati manusia yang juga telah tersapuh dosa?
suci
karena kerelaan untuk menjadi tak lagi putih itu yang mengabadikan kesucian.
manusia terlahir suci ke dunia bukan untuk tetap suci tak ternoda. [bagaimana bisa?] melainkan untuk berjalan menuju kesucian manusiawi, kala segala kekotoran sepanjang jalan pengabdian, telah luruh karena taubat dan kepasrahan pada Sang Maha Suci.
:)
bilalah suatu hari nanti baju putihku tlah kelabu, mungkin aku bisa membeli yang baru di pasar baru. tapi bilalah hatiku kelabu, aku tahu, yang kubutuhkan adalah kembali ke hadapan Tuhanku, dengan ruku dan sujud sepenuh tawadhu.
Subscribe to:
Posts (Atom)