Friday, December 31, 2004

meniti hari baru

banyak yang terjadi di akhir tahun ini.
sementara, saya sedang tak banyak bisa menulis.
diijinkanNya dapat merasakan hidup yang sesungguhnya selama 4 hari di siaware.. rangkaian kesempatan berbagi setelahnya.. dan terakhir.. nestapa aceh yang menerpa kita semua..

banyak yang terjadi..
dan semoga, banyak pula kesadaran yang terraih kembali.

tahun 2005.. semua harus menjadi lebih baik.
untuk hidup yang jujur, bersih, mewujudkan integritas dan kredibilitas diri..
karena hidup.. dan kemanusiaan.. adalah mulia, dan menjalani hidup adalah berarti senantiasa memuliakan keduanya.

Tuhan,
dalam sujud kami bersyukur atas segala RahmatMu..
bahwa hingga hari ini, dalam hidup yang engkau anugrahkan..
kami pun bisa merasakan hadirnya kesadaran akan betapa bernilainya anugrahMu..
dan masih diperkenankan untuk menyadari segala jelaga dosa dan kesalahan, segala kelemahan dan kerinduan hati kami, untuk menjalani hidup dengan cinta pada sesama, dalam cinta kepadaMu.

Tuhan,
dalam sujud kami bersyukur kepadaMu.
ijinkan kami meniti hari baru.. dengan nurani, di jalan cahaya.

Friday, November 26, 2004

jalan cahaya

ramadhan sudah berlalu.
dan hari-hari ini, harapan bahwa semangat kesucian tetap menyelimuti setiap pagi setiap hari.. menjadi teman seperjalanan. yah, sebuah ramadhan terbaik dalam tujuh tahun terakhir sudah seharusnya dapat dipelihara.
karena ramadhan yang baik adalah yang mengkukuhkan perubahan.
ada saat dimana diri ini berharap semua dosa jelaga, aib dan kehinaan diri dapat tercuci bersih.. hingga diri ini tak terlalu terhina saat harus kembali menghadap Ia Yang Maha Suci.

Tuhan, kekalkan hamba di jalan cahaya

Friday, November 12, 2004

pesan seorang kristiani..

seorang rekan kristiani saya menyampaikan sebuah pesan lewat email. saya tahu, dia menuliskannya dengan penuh simpati.

"Selamat berkemenangan bagi seluruh umat islam. setelah 30 hari penuh tak cuma menahan dahaga dan lapar, namun yang paling utama adalah melakukan aksi solidaritas terhadap mereka yang papa dan tertindas dengan merasakan dahaga dan kelaparan mereka, saatnya takbir mengudara dengan lembut dan penuh cinta. karena kemenangan anda tak cuma kemenangan personal, tapi kemenangan kolektif umat manusia. Dengan demikian, sayapun ikut terlibat di dalamnya. Hari minggu tanggal 14 november, saat anda melakukan sholat ied di mesjid, sangatlah mungkin saya juga sedang beribadah di gereja. ijinkan saya menaikkan doa syukur pada Allah Bapa atas kemenangan anda".

Bagaimana hati kita harus menyambut pesan seperti ini..?
Mungkin kita terbentur dengan perbedaan akidah, sehingga simpati yang dalam itu hanya bisa kita pandangi--dengan sedikit rasa janggal--tanpa bisa kita sentuh.

Tapi jika kita mencoba melihat dari sisi lain : seorang manusia yang meski memiliki pemahaman yang berbeda akan Tuhan, masih berusaha untuk menjiwai bahwa sesungguhnya seluruh manusia--yang beragama apapun--berdiri sejajar dihadapan Tuhan. Dan karena itulah ia masih yakin bahwa ia bisa berharap keberagamaan yang berbeda tetap dapat menghadirkan kedamaian untuk kemanusiaan yang satu. karena kita semua diciptakan dan dihidupi oleh Tuhan yang Satu--kita sadari ataupun tidak.

Dengan cara pandang seperti ini mungkin simpati itu bisa kita ijinkan memasuki ruang hati. Entahlah, sebenarnya hanya Tuhan yang tahu apa yang ada dalam benak rekan saya itu ketika ia menuliskan pesan diatas.

Bahwa Tuhan itu Satu dan KeesaanNya tak terganggu walau sedikit oleh seperti apapun manusia memahaminya, semoga memastikan kedamaian itu senantiasa ada dalam jiwa setiap insan. Walahu'alam bishshawwab.

Sunday, November 07, 2004

pada para pejuang..

6/10/04
0856234
15:23
Ass.wr.wb.
Sahabat, maafkan segala kesalahan saya. Ijinkan juga saya menyampaikan, sebagaimana Allah mencintai hambaNya yang berjuang dijalanNya, demikianlah hati ini berkata pada sahabat yang bersama antum saya mencoba berjuang dijalanNya. Semoga kita dinaungi ridhaNya, senantiasa.

0856222
17:19
InsyaAllah aku juga mencintai semua pejuang-pejuangNya karena Allah. InsyaAllah karena itu pula air mata ini mengalir untuknya.

0856222
17:24
Karena Allah, aku yakin kita semua siap melepas pergi satu sama lain, seperti hati ini ikhlas dan bahagia melepasnya. Semoga Allah menaungi kita dengan RidhaNya, sampai bertemu di bawah senyumNya :)

29/9/04
0856234
20:36
Ketika kita bekerja karena cinta nurani pada Tuhan dan setiap manusia, hati ini boleh tenang dengan tawakal padaNya. Jangan takut mengecewakan orang lain, tapi takutlah akan pengkhianatan diri sendiri pada nurani, dan ketidakikhlasan dalam bekerja. Ada saat dimana tubuh menjadi lemah, waktu menyempit, langkah melambat, tapi selama kita tetap menuju arah yang benar, pada saatnya kita kan tiba pada ridhaNya.

Saturday, November 06, 2004

tentang seorang sahabat..

Sesaat lengang.
Wajahnya yang masih saya jumpai kemarin di masjid salman, terbayang. Sejurus kemudian ketulusan dan kesungguhannya dalam meniti perjuangan di kampus tercinta, memenuhi dada ini. Dan, untuk kali pertama dalam hidup, saya merasakan kehilangan yang dalam.
Ya, ia telah pergi, dan kita takkan bisa bertemu lagi disini meski rasa rindu menusuk. Ia takkan ada lagi diantara kita disini. Ada sesal karena tak memberi yang terbaik dalam persahabat yang terjalin erat meski tak lama. Ada sesal karena terkadang ragu dengannya kala ia menjalankan tugasnya. Ada sesal karena tak sempurna mendampingi kala ia kerap bertanya tentang pembelajaran dan kaderisasi. Ada sesal karena akhir-akhir ini abai akan persahabatan yang telah terjalin, karena dijepit tenggat akademis.

Namun..
Dalam sejenak itu, pun terbersit rasa syukur yang haru.. bahwa pernah diri ini mengenalnya. Pernah berbincang erat berdua. Pernah saling membantu, tak ragu tuk berbagi kritik dan pengakuan, saling melengkapi untuk menggenapkan visi bersama. Pernah merasakan semangatnya yang deras, yang semoga menjadi abadi—senantiasa menginspirasi untuk BERGERAK LANJUTKAN PERJUANGANNYA.

Kini,
Lanjutkan perjuangannya adalah satu hal yang bisa saya lakukan. Mengamalkan segala ilmu dan kebenaran yang tiba pada diri kita melaluinya adalah hal lain yang bisa kita lakukan. Memuliakannya dengan doa dan meneladani seluruh kebaikan pada dirinya mengutuhkan rasa terimakasih kita akan segala jejak kebaikan yang pernah ditorehkannya dalam hidup kita. Ya, bahwa dalam hidup kita seseorang yang mulia pernah singgah adalah sebuah kehormatan. Kehormatan yang harus kita syukuri hingga saat nanti kita dipertemukan kembali, InsyaAllah di JannahNya, dalam dekapan RidhaNya yang abadi.

Sigit, inilah persaksian kami bahwa dirimu mulia!
Ya Rabb, muliakan ia di JannahMu. Naungi ia dengan RahmatMu yang tak berbatas.
AllahuAkbar!

menjemput hidup yang baru

malam tadi, bandung hujan lagi. setelah sekian lama.
dan subuh ini ganesha tampak lembab. pohon-pohon yang basah.. rerumputan yang basah berlapis embun.
dan kampus ini--yang rumahku juga--pun tampak sepi. tak sekedar sepi subuh hari. hari ini banyak sudah yang kembali ke kampungnya masing-masing. mudik. menyambut idul fitri di tempat semuanya bermula, kota kelahiran.
saya sendiri, bersyukur sekali masih bisa berada di salman sampai hari fitri itu tiba. dan melewati hari-hari ditemani hujan, pohonan yang menjadi lembab, hening yang mengijinkan pikiran menjadi jernih, adalah rangkaian hari yang sempurna untuk mensempurnakan ramadhan. untuk mengutuhkan perbaikan diri. untuk menjadi diri yang baru. untuk hidup yang lebih baik.

dan semoga, setelah ramadhan ini, kehidupan yang baru akan datang, dimulai. InsyaAllah.

Wednesday, October 27, 2004

kembali ke tanah jawa

Tiga hari kemarin, kamis hingga sabtu, saya kembali ke tanah jawa, semarang.

Pada hari-hari itu, puasa terasa lebih berat secara fisik. Ya, semua tahu kalau semarang itu panas. Tapi, rekan saya di sini [baca:semarang] pun bilang bahwa hari-hari itu lebih panas dari biasanya. Dan sepertinya itu yang membuat saya melihat di sini banyak orang tidak puasa. Belum tengah hari, saya sudah mulai melihat orang mengunjungi warung untuk minum es teh dan makan. Tampak lazim saja. Seperti bukan di bulan puasa. Entah karena kerja berat yang memaksa, atau memang enggan dengan beban cuaca seberat ini, atau mereka memang bukan muslim. Saya tidak tahu.

Disisi lain, cuaca panas itu juga yang membantu saya untuk mempersepsi keadaan di sekeliling tidak secara fisikal. Dalam panas seperti itu, kita justru berusaha abai dengan sensasi-sensasi fisikal yang sama sekali tidak nyaman. Berbeda sekali dengan nikmatnya kesejukan Bandung setiap pagi.

Persepsi non fisikal itu, kemudian seringkali membuat kontemplasi hadir dengan mudahnya di tengah siang hari bolong yang teriknya minta ampun. Saat itu, simpanglima yang adalah pusat keramaian kota, bisa jadi hening, ketika semua orang akhirnya menahan diri untuk berbuat sesuatu. Dalam pada itu, manusia begitu mudah tersadar bahwa dirinya kecil di tengah kekuatan alam. Dan pada saat itulah.. kehidupan tampil sebagaimana seharusnya. Saat manusia menyadari kekecilan dirinya di tengah kehidupan ini. Tak heran, untuk saya, lebih mudah mencari kedamaian di kota ini, lebih mudah mengingat Tuhan di kota ini, daripada di Bandung dimana ego manusia begitu terekspresi secara eksplisit—jikalah tak ingin dikatakan vulgar. Bandung adalah kota yang sangat “human constructed”, sementara semarang sebegitu alami dan bersahaja.
Panas memang identik dengan kota ini. Itu juga yang membuat banyak orang memperoleh kenangan justru dari sesuatu yang sama sekali tidak menyenangkan itu. Saya sendiri masih mengenang dengan indah masa-masa SMP yang penuh peluh karena tiap pagi dan siang harus berkejaran meraih bis kota. SMP saya SMP 2 semarang, bekas SMP jaman belanda: MULO.

mulo

debu itu melayang
deru mesin, teriak suara, peluh mengalir
matahari di atas kepala
angin kering bertiup membawa gerah

debu itu melayang
wajah tak lagi sejuk, hanya hati menyejuk
kota mengajak tawadhu

dan,
debu itu melayang
hati ini melengang
menyadari diri ini hanyalah debu

dan,
debu itu melayang
melekat pada peluh dahi
sesaat kemudian,
air wudhu membasuhnya mengalir turun
wajah menyejuk hati melengang tangan bersedekap

matahari di atas kepala
sepuluh tahun yang lalu.
semarang, 2002
.
Hari kamis dini hari, saya tiba di semarang. Naik bis kramat jati. Ketika bus itu mulai memasuki kota semarang, kesibukan pasar karangayu—sebuah rutinitas harian yang selalu menyambut setiap kali saya kembali ke kota ini—menyambut dengan kesederhanaannya. Mereka telah ramai sejak pukul 2 pagi. Mas-mas tukang becak; mbok-mbok bakul yang jauh-jauh datang dari Tugu, Gunungpati, dan Kendal; ibu-ibu yang tinggal di perumahan sekitar pasar, semua jadi satu di pasar yang ramai dan becek itu, bertransaksi, terus hingga pagi hari. Terkadang bertanya, sempatkah mereka menunaikan shalat subuh yang hanya dua rakaat itu? Saya tak tahu. Tak pernah mencari tahu.

Kemudian, ketika turun dari bis di bundaran indraprasta—ini masih jauh dari rumah saya di daerah pedurungan, semarang timur—saya segera oper ke angkot. Supirnya tentu orang jawa tulen. Tak ada orang batak yang jadi supir angkot di semarang. Jadi tak juga kita akan mendengar bahasa jawa berlogat batak.
Supir-supir angkot di kota semarang selalu berbahasa jawa. Mereka akan tampak sangat terpaksa dan kaku jika harus berbahasa indonesia. Ya, begitu adanya. Meski semarang adalah ibukota propinsi, absorbsi budaya luar tidak pernah signifikan. Kota ini adalah kota orang kecil, yang tidak terlalu suka dengan modernisasi dan gaya import. Kalaupun sekali dua kali mereka mencoba bergaya import, tak lama kemudian mereka meninggalkannya. Kami cukup tahu diri bahwa sebagus apapun gaya import itu, kami tak pernah cocok menggunakannya. Kulit kami coklat gosong karena terik matahari, badan kami bau keringat, wajah dan rambut kami kotor karena debu, akan tampak seperti lelucon kalau bergaya import. Mungkin mojang dan jajaka yang cantik-bersih-gagah-segar di bandung sana cocok dengan gaya itu, tapi kami tidak. Itulah apa adanya. Dari dulu hingga sekarang, tak banyak yang berubah. Semoga terus seperti itu. Kalaulah kita inginkan perubahan, yang diperlukan adalah perubahan karakter dan etos hidup.

Kota ini memang begitu proletar. Meski ada orang kaya, disini mereka harus menyesuaikan diri dengan yang miskin. Karena disini, yang miskin tak pernah tahu bagaimana bisa menyesuaikan diri dengan yang kaya. Ya, bagaimana bisa?
Sedangkan Bandung, tampak sebegitu borjuis. Dan yang miskin pun, entah bagaimana mereka bisa, menyesuaikan diri dengan yang kaya itu. Dengan Nike ala cicadas, edward forrer made in cibaduyut, issey miyake pasar jumat salman. Yah, kota yang borjuis. Sebagaimana sejak semula meneer belanda membangun kota itu.

Kedamaian di tengah kesederhanaan. Sampai kapanpun, di tengah carut marut sekalipun, kesederhanaan akan tetap dapat membantu kita untuk melihat kehidupan sebagaimana seharusnya. Kesederhanaan selalu menampilkan semua—yang baik maupun buruk, yang sopan ataupun yang ndugal—apa adanya. Tak ada ego dan topeng yang dapat menutupi itu semua. Saat itulah kehidupan tampil sebagaimana seharusnya.
Di semarang, dalam keadaan seperti ini, kebenaran mudah terlihat, untuk kemudian diresapi, dijiwai, dan dibagi dengan mereka : orang-orang yang disekitar kita yang hatinya miskin karena didesak kemiskinan nafkah, yang jiwanya kering karena sawah dan bibir mereka kering kehausan.

Itulah mengapa saya selalu merindukan tanah jawa. Meski harus disekap terik sepanjang hari. Meski saya bukan keturunan jawa. Itulah mengapa hati ini masih merasa harus kembali ke semarang. Meski kenyamanan bandung yang memanjakan, dapat menawarkan sejuta kemudahan hidup.
Semoga tak tertahan kaki ini untuk kembali.
titip salam pada rumputan dan tanah-tanah rekah di belakang rumah.
kaki ini rindu untuk kembali berlarian di sawah-sawah tadah hujan itu.

Wednesday, October 20, 2004

adalah pagi

sebermula adalah pagi
yang datang perlahan
bersama embun ~yang menitik di kaca jendela
yang membangunkanku dengan selapis hawa dingin
pada pipi dan telinga

kehidupan pun kembali terjaga
sedikit demi sedikit
menyingkap
daun-daun yang jatuh bersama hujan tadi malam
yang menutupi tanah basah
yang masih menyisakan harumnya untuk langkah-langkah kaki yang semakin cepat

kaki-kaki yang selalu berjalan semakin cepat
membawa diri menuju matahari
hingga saatnya matahari pun yang meninggalkan kita
menyisakan gelap untuk menutup pelupuk pelan-pelan

hingga pada akhirnya
pagi juga yang kembali membawa matahari terbit
untuk kita kembali
meniti guguran daun diatas tanah yang basah
daun-daun yang kemarin masih menaungi perlaluan kita

dan
hingga pada saatnya
pagi membawa seorang putra
untuk mulai belajar meniti jalan-jalan yang sama
yang telah menjadi perlaluan sejak dulu
yang teduh dibawah naungan tangan-tangan tua kita

dan
hingga pada saatnya
pagi mengantar seorang pemuda
untuk mulai merenungi jalan-jalan yang sama
yang telah menjadi perlaluan sejak dulu
yang kini sembab karena baru saja menerima kepulangan kita
kita yang kemarin masih menaungi perlaluan ini

sebermula adalah pagi
dan dipengakhiran... adalah pagi
yang sendiri mengantar kepulangan ini
sebuah pagi yang basah, yang tabah dengan sebuah tangisan tipis
sebuah pagi yang juga telah mengantar para leluhur kita..
_______________

akan ada saat dimana generasi berganti.
adakah upaya telah dilakukan agar generasi pengganti.. adalah yang lebih baik, dan kita menjadi yakin bahwa masa depan kampus kita akan baik-baik saja..?

memang tidak semua harus kita fikirkan.
karena itu, fikirkanlah kampus ini, ia adalah sesuatu di hadapan mata kita. yang didalamnya kita telah hidup dan belajar menjadi manusia yang lebih baik.

desa

bertanyalah kepada hati yang bening
mengenai wangi melati di pagi hari
mengenai tiupan angin di sela padi
mengenai ricik air di antara batu kali
bahwa ia tidak bisa menjawabnya,
itu karena semua terlalu indah untuk dikatakan

Saturday, October 09, 2004

di sepanjang ganesha

Sahabat, tahukah kamu.. pagi di ganesha selalu saja indah
sudah bertahun lebih aku menikmatinya

rasanya tidak ada yg lebih indah yang bisa didapat di awal hari
selain indahnya pagi : kala cerah matahari menembus sela pepohonan,
ketika kutilang, betet, dan megalaima mulai berlompatan di dahan-dahannya
tak terkatakan indahnya
Tuhan.. siapakah aku hingga Engkau berikan semua ini di depan mata?
sementara seringkali aku melupakanMu.., tepat dihadapanMu.

Ya,hari memang tidak selalu cerah
ada kalanya mendung atau hujan
tapi toh tetap saja begitu jelas keindahan terpancar.
air yang turun dengan derasnya menghantam rindangan pohon sepanjang ganesha
jalan ganesha yang tak lama kemudian mulai dibanjiri air
sesaat manusia tertahan untuk menunjukkan dominasinya
hujan menghentikan langkah kita, dan kita pun memilih menanti hingga reda
dan ketika menanti,waktu jadi terasa lebih lambat..
berikutnya, nuansa-nuansa kontemplatif hadir tepat di depan mata kita
saat derap hujan menjadi irama.. dan fikiran menjadi bening, hening

Sahabat..,
hari-hari di ganesha sungguh selalu saja indah
dalam semangat pagi yang cerah
dalam rapat-rapat panjang lewat tengah malam
dalam tangisan dini hari karena perjuangan panjang
yang masih jauh dari selesai…. dan kita mulai merasa sangat kelelahan

Sahabat, kita bukanlah siapa-siapa, belum apa-apa
tapi setiap hari Ia Yang Maha Mencintai HambaNya
masih saja memberikan kita keindahan yang tak habis-habisnya..
di sepanjang Ganesha
di sepanjang hidup kita, di Ganesha

muhammad firman
mohon maafkan segala kesalahan, doakan agar bertetap hati di jalan pengabdian
untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater

Wednesday, September 29, 2004

meniti hari di depan

hari ini beberapa pekerjaan menyentuh masa depan.
tugas pelayanan ramadhan di salman.., persiapan wisuda, dan berbicara tentang pernikahan dihadapan sekelas mahasiswa. tak ada satupun yang memberi gambaran jelas tentang kualitas diri ini dan kepastian masa depan. tak satu pun. tak ada yang pasti. hanya saja.. ya Tuhan, saya berharap hari-hari ke depan akan menjadi mudah.., dan diri ini menjadi mampu memenuhinya.

hhh.. sedikit rasa gelisah, berbaur dengan pengharapan.
semoga semuanya baik-baik saja.

Monday, September 27, 2004

ada yang hilang?

deg..
rasanya cukup menghentak ketika tersadar..

tadi sore, di kamar, sendiri, mencoba berhenti sejenak untuk overview setelah beberapa hari ini saya merasa kehilangan orientasi. tentu saja saya merasa sangat berkepentingan dengan overview ini, karena ternyata, setelah beberapa hari saya melunasi urusan akademik dengan ITB, saya justru tidak segera dapat bekerja sebaik dulu--ketika keadaan menghimpit menahan langkah dan pikiran untuk bergerak.
beberapa saat semua masih tampak biasa.. tidak ada yg salah rasanya.. tapi mengapa keadaannya seperti ini?

beberapa menit berselang.. hening.. masih tidak mengerti. lalu, meski perlahan, tiba-tiba ada sesuatu yg menghentak di dada. ternyata... ada yang hilang.. : diri didalam jasad ini : diriku sendiri.

masih tampak jelas sebenarnya.. bagaimana itu menghilang.
tapi, bagaimana pun juga, itu sempat membuat hati ini tersirap.. betapa jiwa yang kugenggam bertahun-tahun lamanya.. bisa lepas hanya karena lalai sejenak saja. hari-hari kemarin, memang memaksa diri ini untuk beralih sejenak. dan sepertinya itu cukup untuk membuat tubuh ini lupa akan jiwanya [ada kepengecutan dan kemalasan yang kemudian menghinggapi--seperti benalu di batang pohon].

butuh konsentrasi untuk bisa melepasnya--agar suci kembali jiwa ini. tapi terasa ada sebentuk rasa takut yang mengkeruhkan fikiran, dan menggugupkan. tidak ada pilihan lain : kamikaze : tabrak saja dinding penghalang itu.

doakan saya!

Sunday, September 19, 2004

hening

hari-hari itu sudah lewat.. badai deras itu sudah berlalu.
terima kasih Tuhan untuk kelegaan yang memenuhi batin kedua orangtua dan segenap keluarga.., semua itu sungguh meringankan pundak ini--memberinya kesempatan untuk beristirahat sejenak.

ya, sejenak sudahlah cukup.
setelah ini, banyak jalan yang harus ditempuh. titian hari dalam kelapangan yang lebih di dalam hati. Semoga Tuhan berkenan menganugrahkan kejernihan fikir dan ringannya langkah.. dalam setiap jalan yang harus ditempuhi.

semoga diri ini dapat lebih berbagi dan berarti.

Sunday, August 29, 2004

almost perfect!

sering saya merasa kalau saya ini sendirian, lonely.
sungguh. itu jelas terasa, bahkan oleh rekan-rekan saya.

tapi, beberapa hari ini,
banyak kesadaran dan gambaran nyata yang hadir di fikiran bahwa ternyata diri ini sangatlah kaya!
sebut saja sebuah contoh.
beberapa hari lalu, ketika lagi sengaja menyendiri untuk kontemplasi ringan, sambil minum susu cokelat di kantin salman, saya menyadari bahwa saya tinggal di tengah lingkungan yang sangat luar biasa indah dan hangat, dengan begitu banyak rekan yang dengan mereka saya sering bekerja sama, teman-teman dan adik yang menghormati saya, dan begitu banyak lagi oranglain yang sangat peduli dengan apa yang sedang saya upayakan untuk tertunai--TA.

dan hari-hari ini, ketika sedang berfikir tentang hari-hari berat yang harus saya lewati dalam dua minggu ke depan, saya menemukan bahwa saat ini hampir semua hal yang mungkin dimiliki seorang mahasiswa tingkat akhir, telah saya miliki! almost perfect!
persahabatan, pengabdian, petualangan, penghormatan, gagal dan kembali bangkit, orangtua yang mendukung, rumah yang hangat, jalan masa depan yang terarah, visi dan pemaknaan hidup yang jelas, komunitas yang mengandalkan, target-target yang menanti dipenuhi, masa lalu yang berarti dan masa depan yang cerah. Apalagi yang bisa lebih baik dari ini..?

dan oleh karena itu,
tersadarlah diri ini bahwa mensyukuri semua itu dengan pengorbanan dan kerja keras di hari-hari ini--demi tertunainya langkah akhir, adalah sebuah kewajiban yang tak mungkin ditawar.

semoga hati ini dapat tetap sadar dan terjaga dalam beberapa hari ke depan yang sangat menentukan wajah masa depan seorang muhammad firman. semoga.

Tuesday, August 24, 2004

selamat tinggal sanguin!

Ternyata Tuhan hendak menjadikan hari saya kemarin istimewa..

Ketika pertemuan pagi yang singkat dengan inta menghadirkan sebuah kabar, pertemuan kembali dengannya dan mas adi—saudara sepupunya yang juga adalah teman lama saya—pada sore hari hingga maghrib, memberi saya kesadaran yang paling berharga dalam perenungan dua minggu terakhir. Bahwa kekuatan diri ini bersandar pada "kesungguhan jiwa seorang pengabdi"—hal terbaik yang bisa saya peroleh dari kota yang “melahirkan” saya, semarang; sesuatu yang senantiasa tergugah kembali ketika perbincangan serius tentang semarang memenuhi ruang hati sedemikian dalam hingga menyentuh dasarnya—rasa cinta yang tulus.

Dan, kesadaran itu menjadi lengkap ketika diri terdalam menjadi yakin bahwa kualitas itu hanya akan terpelihara dalam jiwa yang “sadar dan terjaga”. Nyatanya, kota sanguin ini telah lama mencabik-cabik kesadaran, melemahkan hati, dan melelapkan diri dalam kemalasan pecundang. Kesadaran itu pada akhirnya menjadikan diri ini tak lagi ragu untuk berkata “selamat tinggal sanguin!”

Dan tentang kota itu, apakah disana tak lagi tersisa apa-apa..? sepertinya tidak begitu. Diri ini lahir di sana, dan di sanalah juga saya dapat senantiasa menemukan kembali jati diri jika hidup membuat jiwa menjadi lelah dan terlelap.

maka sadar dan terjagalah!

Monday, August 23, 2004

tak lagi tersisa..

Assalaamu’alaikum wr.wb.

Pagi ini—baru saja—saya melihat suatu hal. Melalui pertemuan singkat dengan inta—seorang teman lama dari semarang—di selasar salman, sebuah pertemuan yang sangat wajar jika disambut dengan terkejut, yang berlangsung sebentar, berusaha santun, dan datar saja, tersampaikanlah pada diri saya sebuah kabar. Tampaknya saya tak lagi punya satu pun sandaran di sana. Tak ada lagi yang menunggu dan membutuhkan saya di sana, tak ada lagi rasa keberartian, dan mungkin tak lagi ada panggilan untuk pulang.

Sekalipun diri ini memang tetap dapat berguna jika ada di sana, tampaknya kalau pun tak ada, semua tetap baik-baik saja. Dan tentunya tak heran jika semua—sahabat, teman lama, adik kelas—dengan kehidupannya masing-masing, pun telah lama menerima bahwa mereka harus hidup tanpa membutuhkan saya.

Dan dari sini semoga saya menjadi lebih dewasa—belajar hidup dengan tanggung jawab yang ada di genggaman, sambil berusaha untuk lebih menerima dan menjalani kesendirian. Toh, cinta itu untuk siapa saja.. dan masa lalu memang ada saatnya luruh dilapukkan waktu sehingga tak lagi bisa dijadikan sandaran.
masa itu ternyata sudah tiba...
Mungkin ini satu dari beberapa hal yang ada di hari-hari ini, yang hadir untuk meyakinkan saya bahwa sudah saatnya melangkah lebih ke depan dan menerima bahwa perlahan tapi pasti, diri ini berubah—menjadi sesuatu yang baru: sepenuhnya baru.
hanya saja saya masih tak bisa menjelaskan
mengapa ada rasa tercekat di tenggorokan..

Sunday, August 22, 2004

God's Alive and Well

God’s Alive and Well
[billy gilman]

When I see the stars hang in the sky
When I watch a bird spread its wings and fly
And each time I hear the wind blow through the trees
With every breath of air that I breathe
All the things I can't see, still inside I believe
In a baby's laugh, in a mother's eyes
Little miracles around us everyday of our lives
The way the sun lights up the dark
The hope that I feel in my heart
And as far as I can tell, God's alive and well
Yeah God's alive and well

Just like the earth cradles the moon
How that far away sun makes the flowers bloom
And the joy only heaven can bring to us all
If trouble comes I am safe in the hands
Cause I know there's a plan my heart understands
In a baby's laugh, In a mother's eyes
little miracles around us everyday of our lives
The way the sun lights up the dark
The hope that I feel in my heart
And as far as I can tell, God's alive and well
Yeah God's alive and well

Call it a little bit of luck
Or just a simple twist of fate
Or we get swept up in the arms
And we can feel it everyday

In a baby's laugh, in a mother's eyes
Little miracles around us everyday of our lives
The way the sun lights up the dark
The hope that I feel in my heart
And as far as I can tell
Yes as far as I can tell, God's alive and well
Yeah God's alive and well
As far as I can tell, God's alive and well

Monday, August 16, 2004

hari-hari yang berat

hari-hari ini.. masa yang tujuh tahun itu seperti memadat.. dalam gerakan waktu jam ke jam hari ke hari. semua seperti kilas balik yang deras dari masa remaja hingga kini--dan bahkan bayangan masa depan pun berkilasan membangkitkan harapan di tengah gelisah, cekam, dan keserbatakpastian.

ya, ini tentang tuntutan akademik yang tinggal selangkah itu--dan tak juga kunjung terpijak. langkah itu seperti tertahan oleh begitu banyak hal yang tidak sepenuhnya dimengerti, tak bisa diceritakan. sementara itu, satu satu temanku memberikan dorongan, penghormatan, doa.
dan juga sementara itu, aku hanya bisa mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa dalam hari-hari yang tak banyak lagi--seakan menjemput kematian--aku hanya perlu memastikan bahwa jiwaku menjalaninya dengan sepenuh kesantunan. tetap berusaha, mengisi jam demi jam, menjaga jarak tetap dekat pada Tuhan, memaksa diri bertahan dalam deraan, sambil tetap tak bisa memalingkan wajah dari kenyataan bahwa betapa banyak hal yang tidak bisa dikendalikan membentuk hari-hari seorang manusia--dan seakan menentukan nasibnya.

aku hanya ingin menemukan diriku, di ujung jalan nanti, berdiri menerima apa yang layak kuterima. dan ketika itu, nurani ini pun mengetahui bahwa sebagai seorang manusia dewasa, aku telah berusaha sekeras yang ku bisa untuk mewujudkan : di tengah kemerdekaan mengisi hidup--sebuah prinsip yang coba ku tanam dalam-dalam di diri ini--aku pun berusaha mengutuhkannya dengan menunaikan tanggungjawabku pada orang-orang yg sebagian sedih dan gembiranya disandarkan pada tindakan dan usaha-usahaku.

semua orang memang tak mau kecewa, dan karenanya tak ingin dikecewakan.

karena itu, semoga aku layak untuk menulis ini :
Saksikanlah, Aku akan menang!!!

Wednesday, August 11, 2004

jaman berganti

beberapa hari lalu, saya diminta bicara sedikit tentang OSKM sejak 98-2003, di hadapan seratus dua ratus panitia lapangan. ceritanya mereka sedang diklat kemahasiswaan. Sebentar saja saya bicara.. tak lebih dari 20 menit. tapi dari momen itu, tersentak saya akan suatu rasa yang tiba-tiba masuk ke dada saya : betapa jaman sudah berganti, dan bahasa kami pun tlah berbeda.

Monday, July 05, 2004

keluarga

hari ini saya kembali ke tengah keluarga, walau cuma sebentar, walau cuma keluarga bibi. Di cimahi. Karena, ya itu, pemilu presiden. Dan saya terdaftar sebagai pemilih di tempat bibi.
BAnyak hal yang menarik di sana. Sepupu saya yang kemarin anak-anak, taunya sekarang sudah remaja. Bedanya keliatan banget. Lalu bermacam-macam cerita yang saya dengar tentang hidup masing-masing mereka. Sadarlah saya bahwa di tengah keluarga, ada hal-hal lain yang terasa--dan takkan pernah ditemui dalam kesendirian.

Kemudian rasa rindu untuk berada di tengah keluarga perlahan mengalir di dada.
Tapi, ada satu hal yang saya sadari. Keluarga yang saya rindukan adalah sebuah keluarga yang didalamnya, saya menjadi tonggak. Dan mungkin itu berarti sebuah keluarga yang lahir kala tiba saat saya menikah.

Ada yang mau menikah? :)
saya pikir ada baiknya saya bersegera. Toh, di depan, yang ada adalah hamparan luas kebebasan untuk membentuk masa depan. dan keluarga, membuat pilihan menjadi lebih mudah.

Sunday, July 04, 2004

menimbang rencana masa depan

semoga keselamatan dan rahmat dariNya,
senantiasa menjadi udara yg mengalir dalam tarikan-tarikan nafas kita.

Hari-hari ini adalah awal dari sebuah akhir.
nyaris tujuh tahun hidup ditengah komitmen akademik--yang begitu kuasa memasang pagar tinggi-tinggi di sekeliling kebebasan saya untuk mengisi hari. Dan saat ini, satu demi satu pagar-pagar itu mulai tercabut. Lalu kebebasan kembali membentang--untuk sekali lagi memberikan pilihan-pilihan sulit.
Ya, tak lebih dari sebulan lagi, pagar-pagar itu akan rata dengan tanah. Apapun yg terjadi selama sebulan ini. sementara, masih ada beberapa pertanyaan yg mengisi ruang pikiran.

bagaimana harus berdamai dengan masa lalu, dan menyatu dengan masa kini.., sehingga masa depan adalah pencapaian yang langkah pertamanya dimulai pada hari ini?
Nyatanya saya harus menyerah dengan fakta bahwa apa yang telah terjadi di masa lalu, seberapapun saya kecewa akannya, sudah menjadi keabadian untuk saya. Dan toh, saya masih juga tidak bisa memahaminya. Saya menerimanya. hanya itu yang bisa dirasakan saat ini.

Mungkin dengan begitu, masa depan sudah dapat dimulai dari hari ini. Mungkin sudah saatnya memandang hidup sebagai apa yang ada digenggaman. Tapi, :) masih ada tapi ternyata.

Ada saat di masa lalu, dimana sebuah cita-cita dipancangkan. Dengan semangat yang meledak-ledak. Dan kini, ada saat dimana nurani bertanya : apakah itu adalah suatu takdir, atau hanya sebuah lontaran naif dari jiwa remaja yang sedang belajar memahami harga dari kehidupan?
Jikalah itu suatu takdir, jalan apa yang akan mengantarkan manusia kecil ini ke sana?
Kalaulah itu hanya sebuah lontaran, jadi itu takdir siapa?
Nyatanya saya tidak pernah merasa yakin bahwa urusan saya dengan masa lalu sudah selesai--sebarapa pun saya berusaha menerimanya meski tak juga memahami dengan penuh.

Ah, maafkan.
Lanturan tak tentu arah ini tentu terdengar sangat "keakuan". Seakan persoalan hidup hanyalah di sekitaran diri sendiri. Bahwa saya tak jua memahami bagaimana menanggung masa lalu.. mungkin itu yang ingin dituliskan di sini. Dan sambil berharap bahwa permakluman akan ada dengan tulus dari siapapun yang merasa--dan memang--berhak untuk menagih sesuatu dari masa lalu saya.

Yah.. masa depan akan dimulai dari hari ini.
Karena rasanya saya masih harus yakin bahwa Tuhan itu Maha Memahami kelemahan seorang hambaNya. Jikalah ada takdirNya yg hendak Ia jadikan pada diri ini, tentu akan ada jalan yang mengantarkan ke sana. Dan semoga pada titik itu, jejak langkah kita bisa kembali bertemu.
Entah kapan.

Wednesday, June 23, 2004

menyatu dengan semesta

di suatu masa kala remaja.. saya sering diajak keliling jawa tengah mengikuti tugas bapak. Di perjalanan.. hamparan hijau padi di sawah adalah salah satu pemandangan yang sering didapat. Sering juga bapak memutuskan untuk berhenti di daerah seperti itu.. sekedar untuk melepas penat perjalanan. Dalam ketenangan jalan kabupaten yang sepi.. di hadapan terhampar persawahan yang luas seakan tidak berujung.. hingga kaki bukit. Dalam saat-saat seperti itu.. keinginan yang menyeruak kuat dalam hati adalah.. betapa inginnya untuk saya dapat tenggelam di dalam hamparan hijau itu.. menyatu dengan alam, menyatu dengan semesta.
Rasa damai sekali jika demikian. Yah, hamparan itu memiliki kehidupan yang lurus, dan pasrah, tanpa banyak hasrat yang seringkali justru menyesakkan diri kita sendiri. Damai sekali.
Masa itu.. sudah lama berselang. Tapi sampai saat ini, keinginan itu tetap ada. Dan bahkan rasa itu seakan telah menjadi naluri. Suatu keinginan terdasar.
Menyatu dengan semesta. Suatu perjalanan menuju hakikat. Yang pada saat itu, kebenaran bukanlah lagi apa yang kita katakan dan perdebatkan. Saat itu, kebenaran adalah realita.. kebenaran adalah fakta.
Saat itu, saat diri ini menyatu dengan semesta.., saat itulah kita telah menyatu dan hidup dalam hakikat. Saat itu, diri ini telah berserah, ego telah runtuh berkalang tanah, diri ini penuh rindu kembali menyatu sebagai hambaNya, yang tidak lagi tertarik untuk mengingkari hakikat dan fitrah.

hhh.. Tuhan, betapa aku ingin pulang.

Tuesday, June 22, 2004

menimbang rencana masa depan

apa yang akan ada di benak kita saat terbentang masa depan yang luas.. seperti sebuah padang rumput tak berbatas.. dan kita bisa bermain disana sesuka hati.
Apa yang akan kita lakukan saat semuanya mungkin..
Seberapa senang dan takutnya kita menghadapi keserbamungkinan yang berbalut keserba-tak-terkiraan.
Dalam dua bulan ke depan.. urusan saya dengan ganesha 10 akan tuntas, suka ataupun tidak suka. Dan setelah itu.. itulah masa depan laiknya padang rumput.. begitu banyak kemungkinan.. begitu luas ruang pilihan.
Apa yang akan saya lakukan?
bersambung...

Sunday, June 20, 2004

dimanakah Tuhan...

Tuhan bukanlah apa yang dituturkan dalam diskusi-diskusi. Bukan juga yang dibahas di mimbar-mimbar kajian keagamaan.. apalagi dalam seteru orang-orang yang membela fikrah(world view)nya masing-masing.
Tuhan tidak ada disana.

Tuhan...
ada dalam sejuk embun pagi hari..
ada pada hamparan padi dan peluh petani.

Tuhan hadir dalam sujud kita yang dalam dan hening di sepinya dini hari. Tuhan ada dalam sentuhan tangan nurani pada wajah anak jalanan..

Tuhan mewujud dalam cinta kita pada setiap ciptaanNya.. pada rumput, pada nyamuk, pada awan, pada matahari, pada pengemis, pada mereka yang memusuhi kita.., juga pada mereka yang memilih untuk tak percaya akan adaNya.

Tuhan ada dalam gerak hati dan tubuh kita..
bukan pada ungkapan dan lintasan pikiran yang diungkap dengan dalih membela agama sekalipun. karena Tuhan tidak butuh dibela. karena kemanusiaanlah yang butuh dibela.. termasuk dari kejahatan yang ada dalam gelapnya kesombongan dan keakuan kita--yang sering tidak
mampu membedakan dengan jujur siapa sebenarnya yang ia bela dan perjuangkan.

wallahu 'alam

Thursday, June 17, 2004

meraih kembali jati diri

beberapa hari lalu.. lewat jalur friendster.., saya sampai di profil seorang rekan lama. Sudah lama sekali saya tidak ketemu, apalagi berbincang dengannya.
Tak lama saya baca testimonialnya.. sesaat kemudian seperti ada sesuatu yang menghantam dada. Saya seperti menemukan kembali jati diri yang sudah lama terabaikan, lewat paparan akan dia oleh rekan-rekannya. Dalam beberapa hal yg mendasar.. saya memang sama dengan dia.
Sejurus kemudian.. yang memenuhi batin saya adalah suatu ironi, kegetiran, suatu kesadaran bahwa : jika saya yang remaja melihat saya saat ini, ia akan mencibir, dan saya akan sangat merasa malu dihadapannya.
Entah mengapa. Seperti begitu banyak yang terkikis dari diri ini. Seperti ada yg hilang.. dan nurani tidak lagi menghargai diri sebaik dulu.
Tapi syukurlah.. kejadian itu--yang membekas di hati mungkin untuk waktu yang lama--membuat saya tahu apa yg akan mengisi hari-hari terakhir saya sebagai mahasiswa di ganesa 10. Akan saya cari dan kembalikan jati diri itu. Ingin saya selesaikan satu tahap penting dalam hidup.. dengan diri yang kembali utuh.
Semoga.

Tuesday, June 15, 2004

menjadi abadi

siapa yang sudi berperang untuk mati?
siapa yang rela hidup bukan untuk dirinya?
siapa yang bisa menerima bahwa dirinya ada untuk memenuhi keinginan yang bahkan ia tidak sedikit pun berandil menentukannya.
Tapi, nyatanya hidup yang sesungguhnya barulah dimulai ketika menjadi jelas dalam diri kita bahwa kebermaknaan tertinggi diri ini ada pada suatu alasan yang menggerakkanNya menghadirkan kita di dunia, alasan yang mengantarkan kita menjadi abadi di sisi yang Maha Abadi.

intro..

muhammad firman..
seorang manusia yang dihadirkanNya untuk menuntun diri ini,
mendampingiku belajar, mencari kemanusiaanku, menemukan
takdirNya untukku, dan untuk kemudian..
menjadi dirinya.
berjuangUNTUKmenjadi.. muhammad firman.