Assalaamu’alaikum wr.wb.
Pagi ini—baru saja—saya melihat suatu hal. Melalui pertemuan singkat dengan inta—seorang teman lama dari semarang—di selasar salman, sebuah pertemuan yang sangat wajar jika disambut dengan terkejut, yang berlangsung sebentar, berusaha santun, dan datar saja, tersampaikanlah pada diri saya sebuah kabar. Tampaknya saya tak lagi punya satu pun sandaran di sana. Tak ada lagi yang menunggu dan membutuhkan saya di sana, tak ada lagi rasa keberartian, dan mungkin tak lagi ada panggilan untuk pulang.
Sekalipun diri ini memang tetap dapat berguna jika ada di sana, tampaknya kalau pun tak ada, semua tetap baik-baik saja. Dan tentunya tak heran jika semua—sahabat, teman lama, adik kelas—dengan kehidupannya masing-masing, pun telah lama menerima bahwa mereka harus hidup tanpa membutuhkan saya.
Dan dari sini semoga saya menjadi lebih dewasa—belajar hidup dengan tanggung jawab yang ada di genggaman, sambil berusaha untuk lebih menerima dan menjalani kesendirian. Toh, cinta itu untuk siapa saja.. dan masa lalu memang ada saatnya luruh dilapukkan waktu sehingga tak lagi bisa dijadikan sandaran.
masa itu ternyata sudah tiba...
Mungkin ini satu dari beberapa hal yang ada di hari-hari ini, yang hadir untuk meyakinkan saya bahwa sudah saatnya melangkah lebih ke depan dan menerima bahwa perlahan tapi pasti, diri ini berubah—menjadi sesuatu yang baru: sepenuhnya baru.
hanya saja saya masih tak bisa menjelaskan
mengapa ada rasa tercekat di tenggorokan..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
ah, tentu masih ada yang tersisa: kenangan. dan itu selamanya tak kan hilang.
Post a Comment