di suatu masa kala remaja.. saya sering diajak keliling jawa tengah mengikuti tugas bapak. Di perjalanan.. hamparan hijau padi di sawah adalah salah satu pemandangan yang sering didapat. Sering juga bapak memutuskan untuk berhenti di daerah seperti itu.. sekedar untuk melepas penat perjalanan. Dalam ketenangan jalan kabupaten yang sepi.. di hadapan terhampar persawahan yang luas seakan tidak berujung.. hingga kaki bukit. Dalam saat-saat seperti itu.. keinginan yang menyeruak kuat dalam hati adalah.. betapa inginnya untuk saya dapat tenggelam di dalam hamparan hijau itu.. menyatu dengan alam, menyatu dengan semesta.
Rasa damai sekali jika demikian. Yah, hamparan itu memiliki kehidupan yang lurus, dan pasrah, tanpa banyak hasrat yang seringkali justru menyesakkan diri kita sendiri. Damai sekali.
Masa itu.. sudah lama berselang. Tapi sampai saat ini, keinginan itu tetap ada. Dan bahkan rasa itu seakan telah menjadi naluri. Suatu keinginan terdasar.
Menyatu dengan semesta. Suatu perjalanan menuju hakikat. Yang pada saat itu, kebenaran bukanlah lagi apa yang kita katakan dan perdebatkan. Saat itu, kebenaran adalah realita.. kebenaran adalah fakta.
Saat itu, saat diri ini menyatu dengan semesta.., saat itulah kita telah menyatu dan hidup dalam hakikat. Saat itu, diri ini telah berserah, ego telah runtuh berkalang tanah, diri ini penuh rindu kembali menyatu sebagai hambaNya, yang tidak lagi tertarik untuk mengingkari hakikat dan fitrah.
hhh.. Tuhan, betapa aku ingin pulang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Asiiik mas firman sekarang punya blog ya?
asiik bisa baca2 tulisanyya yg oke2 nieh...
Post a Comment